Sejarah
Vidyāsenā dan BDSGY
Vidyāsenā dilihat dari sejarah pendiriannya mempunyai hubungan yang sangat erat dengan keberadan organisasi sebelumnya yaitu Buddha Dhamma Study Group Yogyakarta (BDSGY). BDSGY yang berdiri pada tahun 1984 merupakan organisasi pemuda Buddhis di Yogyakarta yang bertujuan mengkaji, mempelajari Buddha Dhamma dalam bentuk teori dan terapan. Anggota BDSGY yang sebagian besar mahasiswa terdiri atas utusan berbagai vihāra di Yogyakarta yang mengikuti tradisi yang berlainan.
BDSGY berawal dari ide Upasaka Pandita Ananda Aris Munandar yang ditanggapi secara positif oleh para mahasiswa buddhis seperti Bambang Pratignyo (sekarang Y.M. Uttamo Mahathera), Budiain, Sunaryo, Iskandar Wanagiri, Cahyadi, Wahyuni, dan lain-lain. Dalam kegiatannya, BDSGY didukung dan dibina oleh UP. Aris Munandar dan Alm. Bp. Agus Swanoto serta Bp. Anwar Santoso. Para Mahasiswa tersebut melihat dan merasakan kebenaran Buddha Dhamma dan memandang untuk perlu melestarikan Buddha Dhamma. Dengan adanya organisasi ini mereka dapat dengan lebih leluasa dan bebas sebagai seorang intelektual dalam mempelajari dan menggali Buddha Dhamma secara nyata dan obyektif. Serta tak ketinggalan mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari sebagai warga negara dalam melaksanakan pembangunan manusia seutuhnya, material dan spiritual, seperti tercantum dalam arah pembangunan bangsa Indonesia Yaitu GBHN.
Kemudian seiring dengan waktu dan memasuki periode kepengurusan kedua(1986-1988), BDSGY membuat pertemuan untuk mahasiswa, pelajar, dan kawula muda Buddhis di Kaliurang yang bertemakan "Kita Bersaudara dalam Dhamma". Saat itu ketua panitianya adalah Dharmanadi Chandra (sekarang Ketua Magabudhi). Yang mengisi acara tersebut adalah Samanera Uttamo. Kegiatan ini banyak mendapat tanggapan dan respon yang positif terlihat dari umpan baliknya yang berupa kuesioner. Sebagian besar dari forum menghendaki adanya suatu wadah yang tepat dan cocok sehingga dapat membantu atau memperlancar usaha mempelajari Buddha Dhamma secara nyata.
Namun sayang, organisasi BDSGY yang pada awalnya berjalan dengan baik, mulai menampakkan adanya campur tangan pihak ketiga sehingga memepengaruhi beberapa anggota organisasi ini. Timbul rasa curiga mencurigai dalam masalah sekte/kelompok, yang mengakibatkan perpecahan dan akhirnya organisasi ini bubar dengan sendirinya. Dari pengalaman ini, terlihat suatu kelemahan dalam diri kita sebagai seorang generasi muda, yaitu kebodohan yang seharusnya tidak perlu timbul apabila kita memahami bahwa timbulnya suatu perbedaan pendapat merupakan suatu hal wajar dalam setiap diri manusia hal ini bukan merupakan suatu sikap negatif, harus kita olah dalam hidup ini. Tinggal bagaiamana kita mengendalikannya sehingga menghasilkan sesuatu yang berharga bagi diri kita sendiri maupun mahkluk hidup lainnya.
Melihat organisasi BDSGY yang sudah tidak dapat diharapkan lagi, maka hasil evaluasi kegiatan di Kaliurang pada tahun 1986 tersebut dipelajari oleh Dharmanadi Chandra dan kawan-kawan. Mereka mempertanyakan apakah generasi muda Buddhis harus mengalami ketidakpastian dalam mengembangkan Buddha Dhamma? Apakah generasi Buddhis harus menerima warisan konflik yang berkepanjangan dari pendahulu mereka? Kapan generasi muda Buddhis diberi kepercayaan untuk mengembangkan potensi mereka dalam sautu organsiasi Buddhis? Apa yang dapat kita berikan atau perbuat demi perkembangan Buddha Dhamma untuk generasi muda Buddhis?
Sebuah cita-cita yang penting bagi kita semua yaitu untuk memiliki suatu organisasi sebagai wadah pemersatu dan pengalang persaudaraan kaum terpelajar serta kawula muda Buddhis sehingga muncul kekuatan baru untuk tetap konsisten menjaga dan mengembangkan Buddha Dhamma sesuai dengan kitab suci Tipitaka Pali. Karena itu diputuskan bahwa kita harus memiliki suatu wadah yang tepat sebagai organisasi persaudaraan kawula muda Buddhis.
Lahirnya Vidyāsenā
Pada akhir tahun 1986 Dharmanadi Chandra mengumpulkan beberapa mahasiswa maupun pelajar antara lain, Johny Chandra, Yenawati, Liliaswari, Ratna Sari, Erly, Luh Summedani, Cinho, Molly, Benny Wibowo, Murtini, Andikha, dan banyak lagi kawula muda Buddhis. Jatuhnya pilihan sdr. Dharmanadi Chandra pada mereka didasarkan atas latar belakang mereka masing-masing, baik asal-usul dari vihara mana mereka datang, siapa yang membimbing Dhamma pada mereka, tingkat pendidikan yang mereka peroleh, tradisi yang mereka ikuti (Theravāda), dan ini merupakan suatu cara untuk membangun organisasi agar nantinya anggotanya mempunyai persepsi yang sama, pandangan yang sama, tujuan yang sama, sehingga organisasi ini dapat berkembang dengan baik dan mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan.
Mereka bersepakat untuk mengadakan kegiatan di Vihāra Vidyāloka Yogyakarta. Apa lagi dukungan telah ditegaskan langsung oleh Upasaka Pandita Soepomo, yang membina Vihāra Vidyāloka, bahwa vihāra ini adalah untuk umum dan digunakan unutuk memajukan perkembangan Buddha Dhamma. Dukungan moral dan bimbingan Buddha Dhamma datang dari beberapa anggota Sangha Theravada Indonesia pada waktu itu, yaitu Y.M. Paññavaro Mahathera, Samanera Jotidhammo (sekarang Y.M Jotidhammo Mahathera dan Penasehat Vidyāsenā), dan Samanera Uttamo (sekarang Y.M. Uttamo Mahathera) dan beberapa anggota saṅgha yang lain.
Pada tanggal 1 Februari 1987 pukul 13.00 WIB, maka resmilah dibentuk organisasi persaudaraan kawula muda Vidyasena. Dalam bahasa sansekerta, "Vidya" berarti pengetahuan Dhamma dan "Sena" berarti prajurit atau tentara penjaga, sehingga Vidyasena berarti Prajurit pengetahuan Dhamma. Vidyāsena mendapat pembinaan moral dan bimbingan Dhamma dari Saṅgha Theravada Indonesia dan majelis Pandita Buddha Dhamma Indonesia. Jadi Sungguh tepat organisasi Vidyāsenā berkiprah di Vihāra Vidyāloka (yang berarti Tempat Pengetahuan Dhamma).
Periode kepengurusan Vidyāsenā sengaja dirancang demikian singkat, hanya satu tahun untuk setiap periode. Hal ini disebabkan tingkat kelulusan para mahasiswa cukup tinggi dan untuk memimpin organisasi mereka harus telah duduk di bangku perguruan tinggi, idealnya setelah kuliah di tahun ketiga. Pemimpin Vidyasena setidaknya mempunyai pengetahuan serta praktek Dhamma yang baik, serta kemampuan manajerial dan bakat kepemimpinan yang kuat, sehingga fungsi-fungsi manajemen dapat dilaksanakan dan apabila timbul suatu masalah, maka masalah tersebut dapat diselesaikan dengan baik.
1977
Berawal dari ide Ibu R. Supangat Prawirokusumo, lahan seluas 5 x 7 m2 di Miliran UH II No. 144 untuk dijadikan cetiya. Namun karena umat semakin banyak, status ditingkatkan dari cetiya menjadi vihāra oleh Bhikkhu Paññavaro (sekarang Y.M.Sri Paññavaro Mahathera) kemudian diberi nama Vihāra Vidyāloka.
1984
Buddha Dhamma Study Group Yogyakarta (BDSGY) terbentuk yang bertujuan mengkaji dan mempelajari Buddha Dhamma dalam bentuk teori dan terapan serta bersifat non-sekte. Salah satu tokoh yang BDSGY adalah Bambang Pratigno (sekarang Y.M. Uttamo Mahathera) dan Dharmanadi Chandra. Namun akhirnya organisasi ini bubar karena terdapat masalah internal.
1986
Dharmanadi Chandra mengumpulkan rekan mahasiswa untuk mengadakan kegiatan di Vihara Vidyāloka.
1987
Pada 01 Februari 1987 pukul 13.00 WIB Vidyāsenā resmi terbentuk. Turut membidani lahirnya Vidyāsenā adalah Bhikkhu Paññavaro (sekarang Y.M. Bhikkhu Sri Paññavaro Mahathera), samanera Jotidhammo (sekarang Y.M. Jotidhammo Mahathera), dan Samanera Uttamo (sekarang Y.M. Uttamo Mahathera).
1998
Vihāra Vidyāloka mengalami kebakaran sehingga dilakukan renovasi.
2006
Terjadi gempa bumi di Yogyakarta yang menyebabkan bangunan Vihāra Vidyāloka rusak sehingga perlu dilakukan renovasi kembali.
Sekarang
Hingga saat ini Vidyāsenā merupakan Dayaka Sabha Vihāra Vidyāloka dan masih aktif mengembangkan Buddha Dhamma.