Paṭiccasamuppāda: Hidup Masa Kini dengan Memahami Hukum Sebab Akibat
Paṭiccasamuppāda atau yang dalam bahasa indonesia dapat diartikan sebagai hukum sebab akibat, terdiri dari 2 kata yaitu Paṭicca yang berarti keterkaitan dan Samuppāda yang berarti kelahiran. Paṭiccasamuppāda dapat diartikan sebagai proses kelahiran dan kematian, penyebab penderitaan dan sebab akibat tumimbal lahir. Masalah-masalah dalam kehidupan kita terlahir dan ada disebabkan karena adanya hukum sebab akibat, dalam dunia kerja ketika seseorang tidak memenuhi kewajiban dalam sebuah perjanjian kontrak, seperti tidak mengirimkan barang atau jasa sesuai yang dijanjikan, maka mereka dapat dihadapkan pada tuntutan hukum berdasarkan pelanggaran perjanjian tersebut.
Bentuk perumpamaan lainnya yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari seperti ketika kita sebagai mahasiswa diberikan terlalu banyak tugas, lalu kita mengeluh sehingga membuat diri menjadi stres hingga mengalami anxiety. Nyatanya di kehidupan modern saat ini banyak sekali berita-berita mengenai anxiety disorder, depresi, dan stres. Seperti berita bunuh diri anak dari salah satu universitas di Indonesia yang lompat dari gedung bertingkat, kasus seperti ini juga banyak terjadi di wilayah US (United States) dan Asia terutama di Asia Timur seperti Korea, Jepang, China.
Prinsip dari Hukum Paṭiccasamuppāda (Assutavā Sutta; Samyutta Nikaya 12.61) adalah
Dengan adanya ini, maka terjadilah itu
Dengan timbulnya ini, maka timbullah itu
Dengan tidak adanya ini, maka tidak adalah itu
Dengan terhentinya ini, maka terhentilah pula itu
Dari prinsip ini kita dapat mengetahui bahwa Paṭiccasamuppāda mengajarkan kita bahwa segala sesuatu dalam kehidupan saling berkaitan dan berinteraksi. Memahami Paṭiccasamuppāda memiliki ilmu yang bermanfaat untuk kita sebagai umat beragama buddha dan dalam kehidupan modern seperti sekarang. Berikut beberapa kaitan paṭiccasamuppāda dalam kehidupan saat ini :
-
Kesadaran dan Pemahaman: Paṭiccasamuppāda menekankan pentingnya kesadaran dan pemahaman dalam mengatasi penderitaan. Dalam kehidupan masa kini, kesadaran diri dan pemahaman terhadap motivasi dan reaksi emosional kita dapat membantu mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup. Seperti ketika kita memiliki target yang terlalu tinggi, maka kita bisa saja mendapat penderitaan bila target tersebut tidak tercapai dengan kesadaran dan pemahaman yang baik dapat setidaknya mengurangi sedikit dari penderitaan yang sedang dihadapi.
-
Berpikir Kritis: Paṭiccasamuppāda mendorong kita untuk berpikir kritis tentang akar penyebab penderitaan dan bagaimana mengatasinya. Dalam kehidupan masa kini, berpikir kritis dapat membantu kita mengevaluasi keputusan dan tindakan kita dengan lebih baik.
-
Kebijaksanaan: Dalam kehidupan masa kini konsep paṭiccasamuppāda dapat diartikan sebagai pentingnya mengembangkan kebijaksanaan untuk melepaskan diri dari pola pikir dan perilaku yang merugikan. Contohnya adalah ketika kita dihadapkan dengan beberapa pilihan pekerjaan, dengan kebijaksanaan kita dapat menentukan pilihan mana yang paling tepat dengan diri kita.
-
Penderitaan: Paṭiccasamuppāda menjelaskan bagaimana penderitaan timbul akibat dari keterikatan dan keinginan yang tak terpuaskan. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak penderitaan yang muncul dari siklus keinginan, ketidakpuasan, dan perubahan yang terjadi. Contohnya pada saat kita tidak puas dengan nilai yang sudah diberikan, keinginan mendapatkan nilai yang lebih besar dari teman, rasa iri hati dapat menimbulkan penderitaan seperti overthinking yang merupakan awal dari anxiety disorder dan stres.
Berdasarkan prinsip diatas juga kita dapat membagi eksistensi terhadap segala sesuatu dengan membaginya menjadi 12 mata rantai sebab-akibat yang saling terhubung.
-
Ketika terdapat ketidaktahuan, maka terbentuklah bentuk-bentuk karma. Misalnya, mengambil keputusan keuangan tanpa pemahaman yang memadai tentang konsekuensinya.
-
Ketika terdapat bentuk-bentuk karma, maka terbentuklah kesadaran. Misalnya, jika seseorang memiliki kecenderungan untuk selalu cemas, ia mungkin akan cenderung merespons situasi dengan kecemasan tanpa mempertimbangkan informasi aktual.
-
Ketika terdapat kesadaran, maka terbentuklah batin dan jasmani. Misalnya, pandangan negatif terhadap seseorang dapat mempengaruhi cara kita memandang interaksi dengan mereka.
-
Ketika terdapat batin dan jasmani, maka terbentuklah enam indera. Misalnya, melihat sebuah objek dan memberi label padanya berdasarkan pengalaman dan pengetahuan kita tentang objek tersebut.
-
Ketika terdapat enam indera (6 indera yaitu mata (penglihatan), telinga (pendengaran), lidah (pengecap), hidung (penciuman), kulit (peraba), dan pikiran (otak)), maka terbentuklah kesan-kesan (persepsi). Misalnya, bau makanan yang enak dapat memicu rasa lapar.
-
Ketika terdapat persepsi, maka terbentuklah perasaan. Misalnya, saat tangan menyentuh permukaan panas, kita merasakan rasa panas.
-
Ketika terdapat perasaan, maka terbentuklah nafsu keinginan. Misalnya, merasa senang setelah memakan makanan favorit.
-
Ketika terdapat nafsu keinginan, maka terbentuklah kemelekatan. Misalnya, ingin memiliki barang tertentu karena merasa kurang bahagia tanpanya.
-
Ketika terdapat kemelekatan, maka terbentuklah proses menjadi. Misalnya, melekat pada perasaan sebagai "seseorang yang selalu cemas" dan sulit melepaskannya
-
Ketika terdapat proses menjadi, maka terbentuklah kelahiran kembali. Misalnya, melalui usaha berulang kali, seseorang dapat mengembangkan citra diri sebagai seorang pemimpin yang kompeten.
-
Ketika terdapat kelahiran kembali, maka terbentuklah usia tua, sakit dan kematian. Misalnya, lahir dalam keluarga tertentu dengan latar belakang sosial dan ekonomi tertentu.
-
dan masih karena ketidaktahuan kita, kelapukan dan kematian itu sendiri adalah sebab dari kelahiran kembali.
Begitulah proses itu terus berlanjut dan membuat seseorang terus berputar dalam alam penderitaan dan menderita (tumimbal lahir). Kita seperti hidup didalam sebuah lingkaran penderitaan, penderitaan ini dapat kita putus dengan menerapkan Jalan Mulia Berunsur Delapan (dapat dilambangkan dengan 8 bunga teratai). Buddha Gautama mengajarkan sebuah kebijaksanaan bersifat universal yang berfungsi untuk memberantas ketidaktahuan yang ada dalam diri. Itulah mengapa ajaran dari Sang Buddha Gautama dikatakan sebagai ajaran kebijaksanaan dan Buddha Gautama disebut sebagai manusia yang paling bijaksana. Paṭiccasamuppāda dapat dilambangkan sebagai 3 hewan yang saling menggigit ekornya satu sama lain yang menunjukkan 3 akar kejahatan (lobha, dosa, moha) yang saling bergantung satu dengan yang lainnya:
- Hewan pertama adalah ayam jago yang melambangkan keserakahan,
- hewan kedua adalah ular yang melambangkan kebencian,
- dan terakhir ada babi yang melambangkan kebodohan dan atau kegelapan.
Kesimpulannya bahwa pemahaman mengenai hukum sebab akibat dapat diterapkan dalam kehidupan masa kini untuk menjaga kesadaran dan masih sangat sangat relevan meskipun dunia sudah berubah dan menjadi lebih modern. Maka dari itu penting bagi kita untuk mengetahui pentingnya hukum sebab akibat seperti yang dikatakan oleh Sang Buddha Gautama dalam Maha-hatthipadopama Sutta: Majjhima Nikaya 28
“Ia yang melihat Paṭiccasamuppāda, juga melihat Dhamma. Ia yang melihat Dhamma, juga melihat Paṭiccasamuppāda.”.