Membersihkan Moha Sebagai Upaya Meraih Kebahagiaan
Seberapa berapa banyak pengetahuan yang ada di dunia ini? Apakah sebanyak butiran air yang turun kala hujan? Mungkin lebih dari itu karena pengetahuan itu terus berkembang seiring perkembangan zaman. Dahulu manusia hanya mengenal batu, tetapi sekarang manusia mengenal logam, bahkan sekarang sudah berkembang menjadi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence (AI)). Kemudian, seberapa banyak pengetahuan di dunia ini yang dapat diserap oleh manusia? Kemungkinan besar tidak berbanding lurus dengan banyaknya pengetahuan yang ada di dunia ini. Lantas apakah kita tidak perlu untuk mendapat pengetahuan sebesar-besarnya? Sebuah kutipan dalam MAṄGALA SUTTA menyebutkan, “Berpengetahuan luas, berketerampilan, terlatih baik dalam tata susila, dan bertutur kata dengan baik. Itulah Berkah Utama.” Berpengetahuan luas merupakah salah satu dari sekian banyak berkah utama yang diutarakan oleh Sang Bhagavā. Hal ini berarti dapat dikatakan bahwa ketidakpunyaan akan suatu pengetahuan atau ketidaktahuan dapat menjadi sebab penderitaan.
Ajaran Buddhism mengenal adanya Empat Kebenaran Mulia (Cattāri ariyasaccāni). Empat (4) Kebenaran Mulia merupakan suatu ajaran dalam agama Buddha mengenai penyebab penderitaan manusia dan jalan menuju terbebasnya penderitaan. Empat kebenaran mulia tersebut terdiri dari: (1) Kebenaran tentang adanya Dukkha (Dukkha); (2) Kebenaran tentang sebab Dukkha (Dukkha Samudaya); (3) Kebenaran tentang lenyapnya Dukkha (Dukkha Niroda); (4) Kebenaran tentang jalan menuju lenyapnya Dukkha (Dukkha Nirodha Gamini Patipada Magga). Kebenaran tentang adanya Dukka mengajarkan bahwa penderitaan adalah sesuatu hal yang pasti terjadi pada manusia. Penderitaan ini dapat mencakup hal-hal batiniah, jasmani, emosional, ataupun mental contohnya seperti sakit, sedih, tua, adanya perubahan, dan sebagainya. Kebenaran tentang sebab Dukkha mengajarkan tentang akar penyebab dari penderitaan, yaitu keinginan atau nafsu keinginan (Tanha) yang tidak terpuaskan. Manusia mengalami penderitaan karena terikat pada hasrat dan keinginan duniawi. Keinginan tidak terpuaskan menyebabkan siklus penderitaan dan ketidakpuasan yang berkelanjutan. Contohnya seperti keinginan akan kesenangan indra dan kenikmatan hawa nafsu, keinginan untuk lahir kembali, atau keinginan untuk membinasakan diri, ataupun nafsu keinginan yang lainnya. Kebenaran selanjutnya adalah kebenaran tentang lenyapnya Dukkha. Kebenaran ini mengajarkan bahwa penderitaan yang dialami dapat berakhir. Hal ini dapat dicapai dengan mengendalikan keinginan dan nafsu (Tanha). Apabila telah terbebas dari Tanha, manusia dapat mengakhiri siklus penderitaan dan dapat merealisasikan kebahagiaan tertinggi, yaitu Nibbana yang merupakan tujuan akhir dari ajaran agama Buddha. Selain itu, lobha (keserakahan), moha (kebodohan batin), dan dosa (kebencian) juga ikut lenyap. Kebenaran yang terakhir adalah kebenaran tentang jalan menuju lenyapnya Dukkha atau yang dikenal juga dengan Jalan Mulia Berunsur Delapan (Ariya Aṭṭhaṅgika Magga). Hal ini mencakup, pandangan/pengertian benar, pikiran benar, ucapan benar, perbuatan benar, mata pencaharian benar, daya upaya benar, perhatian benar dan konsentrasi benar. Dengan mengembangkan aspek-aspek tersebut dalam hidup, seseorang dapat mengatasi akar penderitaan dan mencapai pencerahan.
Artikel ini akan lebih berfokus pada salah satu sebab Dukkha. Salah satu hal yang dapat menjadi penyebab Dukkha selain Tanha adalah tiga akar kejahatan yang mencakup lobha, moha dan dosa. Tiga hal tersebut merupakan akar kejahatan atau akar penderitaan yang dapat menjadi hal yang berbahaya bagi manusia dan makhluk hidup lainnya karena dapat menjadi sumber penderitaan dalam kehidupan ini maupun kehidupan selanjutnya dan kelahiran dan kematian akan terus berulang apabila ketiga hal tersebut tidak dilenyapkan. Lobha secara sederhana berarti keserakahan untuk memperoleh hal-hal duniawi, seperti materi, kekuasaan, atau kenikmatan dengan segala cara. Moha berarti kebodohan batin atau ketidaktahuan yang menyebabkan manusia terjebak pada pandangan yang salah tentang diri sendiri, orang lain, maupun dunia yang menyebabkan kesalahpahaman dan tindakan tidak bijaksana. Terakhir adalah dosa yang berarti kebencian terhadap suatu situasi atau orang lain yang menghasilkan tindakan merugikan yang kelak akan menyebabkan konflik dan penderitaan bagi diri sendiri dan orang lain.
Salah satu dari tiga akar kejahatan adalah Moha. Moha seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah ketidaktahuan. Ketidaktahuan di sini bukan hanya berarti tidak tahu cara membaca, menulis, atau berhitung. Moha di sini lebih kepada ketidaktahuan dalam membedakan perbuatan baik dan buruk, tidak dapat berpikir secara objektif mengenai suatu realitas sejati dari kehidupan atau singkatnya kebodohan batin. Moha dapat berupa jarang melakukan kebajikan, egois, sombong, angkuh, dan sebagainya. Moha membuat kita tidak dapat mengambil keputusan yang bijak. Contoh sederhana dari Moha adalah ketika seseorang tidak menyadari bahwa segala sesuatu itu pasti berubah dan malas untuk mencari tahu mengenai hal tersebut sehingga pengetahuannya kurang akan hal tersebut yang menyebabkan kerugian bagi dirinya sendiri serta orang lain. Ketidaktahuannya akan suatu perubahan, kepuasannya terhadap pengetahuan yang kurang tersebut menyebabkan kinerja seseorang tersebut kurang, dia dimarahi, dan kegiatan tersebut hampir gagal. Hal-hal tersebut merupakan suatu penderitaan yang disebabkan oleh ketidaktahuan (Moha). Oleh karena itu, penting bagi kita untuk melenyapkan Moha ini.
Moha ibarat sebuah awan gelap dalam pikiran kita yang harus dibersihkan demi menciptakan pikiran yang lebih jernih. Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan kebijaksanaan (Pañña) yang mencakup pandangan/pengertian benar dan pikiran benar. Pengembangan kebijaksanaan dapat membuat kita melihat realitas dengan lebih jelas, mengenali sifat tidak kekal dari segala sesuatu, dan menghindari pandangan keliru yang mungkin ada. Hal-hal ini dapat dikembangkan melalui meditasi dan refleksi yang mendalam tentang kehidupan serta mengembangkan kesadaran mengenai segala sesuatu. Melalui hal-hal tersebut kita dapat menghilangkan ketidaktahuan dan dapat menghentikan siklus penderitaan serta mencapai kebahagiaan tertinggi, yaitu Nibbana.