Kekayaan Menurut Kacamata Agama Buddha
Sang Buddha dalam melakukan pengajaran khususnya kepada umat awam tidak mengabaikan dalam mengajarkan hal-hal tentang kesejahteraan yang menjadi dambaan umat awam. Karena umat awam merupakan pendukung Sangha dan mereka juga melaksanakan ajaran Sang Buddha. Praktisnya, apa-apa yang menjadi kepentingan awam itu juga diperhatikan oleh Sang Buddha. Salah satu kepentingan itu adalah memiliki kekayaan.
Umat awam umumnya ingin mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan duniawi, misalnya memperoleh kekayaan. Dalam upaya mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan duniawi, mereka berusaha meraihnya dengan melaksanakan dan hidup sesuai dengan ajaran Sang Buddha.
Kebahagiaan yang diperoleh dari Kekayaan
Dalam Anguttara Nikaya II.69-70, terdapat 4 jenis kebahagiaan yang didapat dari kekayaan yaitu:
- Atthisukkha - kebahagiaan karena memiliki kekayaan.
- Anavajjasukkha - kebahagiaan karena menikmati kekayaan.
- Ananasukkha - kebahagiaan karena terbebas dari utang.
- Bhogasukkha - kebahagiaan karena terbebas dari pikiran, ucapan dan perbuatan tercela.
Memanfaatkan Kekayaan
Bila seseorang telah berhasil dengan usahanya, maka kekayaannya itu harus digunakan dengan sebaik-baiknya bagi dirinya, keluarganya serta untuk membahagiakan orang lain sebagaimana di anjurkan Sang Buddha di dalam Anguttara Nikaya III.45 dst yang berbunyi:
"Harta kekayaan yang dikumpulkannya dengan bersemangat, dengan cara-cara yang sah tanpa kekerasan seseorang dapat membuat dirinya bahagia, juga orang tuanya, istri dan anaknya, pelayan dan bawahan, sahabat, kenalan dan orang-orang lain, agar dapat mempertahankan kekayaannya, dengan memberikan hadiah atau pemberian kepada sanak saudara, para tamu, perbuatan baik atas nama keluarga yang telah meninggal, membayar pajak kepada pemerintah, melakukan persembahan kepada orang-orang suci untuk melakukan karma baik".
Menyangkut soal memanfaatkan harta kekayaan, Sang Buddha dalam Sigalovada Sutta memberikan pertimbangannya khususnya yang berkenaan dengan pengaturan penggunaan harta kekayaan tersebut.
"Barang siapa hidup saleh dan cerdas, bersinar bagaikan api yang berkobar, bagi dia yang mengumpulkan kekayaan, bagaikan kumbang. Mengembara mengumpulkan madu tanpa menyakiti siapapun. Kekayaannya bertimbun bagaikan sarang semut yang meninggi. Bila perumah tangga yang baik mengumpulkan harta. Ia dapat membantu handai taulannya. Dalam empat bagian hendak dibaginya harta itu, maka melekat padanya kemudahan-kemudahan hidup. Satu bagian dibelanjakan dan dinikmati buahnya. Dua bagian untuk meneruskan usahanya. Bagian keempat disimpannya baik-baik untuk persediaan pada masa-masa susah dan sulit."
Habisnya Kekayaan
Kebahagiaan materi yang telah diraih seseorang dapat segera berubah karena sulit untuk dipertahankan. Hal itu bisa terjadi karena disebabkan oleh empat hal yaitu:
- tidak mencari dan menambah barang-barang yang telah hilang
- tidak memperbaiki barang-barang yang telah rusak
- tidak bersikap sederhana di dalam menggunakan kekayaan
- dan mempekerjakan orang yang mempunyai moral buruk.
(Anguttara Nikaya 11.240)
Begitu pula kekayaan yang telah didapat atau dikumpulkan dengan susah payah, harus dijaga dan dipertahankan. Dalam Sigalovada Sutta dikatakan mengenai cara menghindari diri dari kebiasaan-kebiasaan buruk seperti:
- mabuk-mabukan
- keluyuran
- pergi jalan ke tempat keramaian
- berjudi
- bergaul dengan orang yang jahat dan bermalas-malasan
Sisi Negatif dari Kekayaan Material
Walaupun Sang Buddha memandang kemajuan ekonomi penting untuk kebahagiaan umat manusia, Beliau juga melihat sisi buruk dari kekayaan. Keinginan manusia yang tak terbatas (Iobha) akan terus-menerus mengejar kekayaan dan memanfaatkannya untuk memperoleh kedudukan dan kesenangan-kesenangan pribadi. Ketika tanha muncul, maka keinginan-keinginan tersebut tidak akan pernah terpuaskan.
Kekayaan Adalah Netral
Dari penjelasan-penjelasan di atas, ternyata timbul dualisme pendapat tentang kekayaan, yaitu dari sisi negatif dan sisi positif. Manakah yang benar? Seperti disebutkan diatas, kebahagiaan bisa timbul karena kita memiliki kekayaan, namun sesungguhnya kebahagiaan muncul bukanlah karena kekayaan itu, bukan juga karena materinya. Tetapi, yang membawa kebahagiaan adalah diri kita sendiri, pikiran kita yang membuat kita bahagia. Mengapa? Karena materi, kekayaan, itu sifatnya netral. Baik atau buruknya, membahagiakan atau membuatkita menderita, itu tergantung pada cara kita menggunakan kekayaan tersebut. Bila kekayaan itu kita gunakan untuk hal-hal yang bermanfaat, untuk kebajikan, tentu akan mendatangkan kebahagiaan dan begitu Pu.la sebaliknya, bila digunakan untuk kejahatan, bukan saja akan membawa penderitaan pada kita sebagai akibat kamma buruk yang kita perbuat, juga akan membawa penderitaan bagi orang lain.
Mengumpulkan kekayaan boleh-boleh saja dilakukan asal diperoleh, dikumpul dan dimanfaatkan dengan cara yang benar. Hal paling penting untuk menjadi orang yang benar-benar kaya secara Buddhis tidaklah harus memiliki harta yang banyak dan berlimpah tetapi dengan memiliki pola pikir yang benar karena pikiranlah yang membuat bahagia bukan kekayaan itu. Cara menjadi orang kaya secara Buddhis adalah dengan mengembangkan sikap mudah dipuaskan. Sikap mudah dipuaskan ini penting dan bahkan ditekankan dalam Karaniyametta Sutta dan Mangala Sutta sebagai salah satu berkah utama. Karena orang yang mudah dipuaskan adalah orang yang kaya. Orang mungkin saja memiliki kekayaan materi yang banyak, namun bila dalam batinnya ia tidak pernah puas dan selalu menginginkan lebih, lebih, dan lebih lagi, orang itu sebenarnya miskin.